Header Ads Widget



MENJADI HAMBA YANG PANDAI BERSYUKUR - Oleh : Tgk. H. Syarifuddin, MA., Ph.D

 

Tgk. H. Syarifuddin, MA., Ph.D


وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًٔا

وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ


“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (QS. An-Nahl: 78)


Ayat tersebut di atas memberi gambaran kepada kita bahwa pada hakikatnya manusia tidak mengetahui apa-apa (laa ta’lamuna syaian) karenanya manusia pada awalnya tidak memiliki apa-apa. Lalu Allah memberi modal utama berupa telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, dan akal dan hati untuk berfikir dan bersyukur. 

Pengertian syukur secara bahasa adalah “pujian bagi orang yang memberikan kebaikan, atas kebaikannya tersebut” (Ash Shahhah Fil Lughah karya Al Jauhari). Atau dalam bahasa Indonesia, bersyukur artinya berterima kasih. Sedangkan “Syukur” secara istilah dalam agama, sebagaimana yang dijabarkan oleh Ibnul Qayyim, adalah “menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah” (Madarijus Salikin, 2/244).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan makna syakur adalah memberi kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang banyak” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 8/141). Sehingga orang yang merenungi bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Pembalas Kebaikan, dari Tuhan kepada Hamba-Nya, ia akan menyadari bahwa tentu lebih layak lagi seorang hamba bersyukur kepada Tuhannya atas begitu banyak nikmat yang ia terima.

Pada sisi lain, syukur adalah ibadah kepada Allah swt, Allah Ta’ala dalam banyak ayat di dalam Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk bersyukur kepada-Nya. Maka syukur adalah ibadah dan bentuk ketaatan atas perintah Allah. Allah Ta’ala berfirman; “Ingatlah kepada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah ingkar” (QS. Al Baqarah: 152). Maka bersyukur itu merupakan pengamalan terhadap perintah Allah dan enggan bersyukur serta mengingkari nikmat Allah adalah bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dengan bersyukur atas nikmat Allah juga merupakan sebab datangnya ridha Allah bagi semua amalan seorang hamba, Allah Ta’ala berfirman; “Jika kalian ingkar, sesungguhnya Allah Maha Kaya atas kalian. Dan Allah tidak ridha kepada hamba-Nya yang ingkar dan jika kalian bersyukur Allah ridha kepada kalian” (QS. Az-Zumar: 7). Dengan demikian seorang hamba yang yang senantiasa besyukur dan diridhai Allah akan terselamatkan dari api neraka.

Ciri-ciri hamba yang senantiasa bersyukur kepada Alleh itu antara lain; pertama, mengakui dan menyadari bahwa Allah telah memberinya nikmat. Hamba yang bersyukur senantiasa menisbatkan setiap nikmat yang didapatnya kepada Allah Ta’ala. Ia senantiasa menyadari bahwa hanya atas takdir dan rahmat Allah semata lah nikmat tersebut bisa diperoleh. Kedua; orang bersyukur menyebut-nyebut nikmat yang diberikan Allah. Sebaliknya mungkin di antara kita ada yang lebih suka dan lebih sering menyebut-nyebut kesulitan yang hadapi dan mengeluhkannya kepada orang-orang, seperti halnya keluhan “Saya sedang sakit ini”, “Saya baru dapat musibah itu”, “Saya kemarin rugi sekian rupiah”, dan sebagainya. Namun, sesungguhnya ciri orang yang bersyukur itu lebih sering menyebut-nyebut kenikmatan yang Allah berikan. Karena Allah Ta’ala berfirman “Dan nikmat yang diberikan oleh Rabbmu, perbanyaklah menyebutnya” (QS. Adh-Dhuha: 11). Namun tentu saja tidak boleh takabbur (sombong) dan ‘ujub (merasa kagum atas diri sendiri). Ketiga; menunjukkan rasa syukur dalam bentuk ketaatan kepada Allah, sebagaimana Rasulullah yang sudah dijamin syurga oleh Allah selalu berada dalam ketaatan kepada-Nya. Dalam Hadis dikisahkan bagaimana nabi SAW bersyukur atas nikmat Alllah Subhanahu wa Ta’ala. Dari Aisyah –raḍiyallāhu ‘anhā– dan Mugīrah Ibn Syu’bah –raḍiyallāhu ‘anhu-, bahwa dahulunya Nabi –ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam– shalat malam sampai kedua kakinya bengkak. Aku pun bertanya kepadanya, “Kenapa engkau lakukan sampai seperti ini wahai Rasulullah, padahal telah diampuni dosa-dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?” Rasulullah menjawab, “Tidakkah bolehkah aku senang bila menjadi hamba yang bersyukur!”. (HR Muttafaq ‘alai).

Akhir kalam, segungguhnya Allah memerintahkan agar kita senantiasa beryukur kepada-Nya. Perintah ini bukan berarti Allah membutuhkan ungkapan syukur dari manusia, karena tampa manusia bersyukur kepada-Nya Allah tetap Yang Maha Kaya, Terpuji dan Berkuasa atas seluruh ala mini. Perintah sykur sesungguhnya untuk kepentingan dan kebaikan umat manusia itu sendiri, sebab Allah akan menambahkan nikmat-Nya bagi orang yang senantiasa bersyukur atas anugerah Allah yang diberikan kepadanya, seperti dalam firman Allah; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’” (QS. Ibrahim: 7). 

Wallâh a’lam bisshawâb.