Banda Aceh (Gema) Dakwah di pusat kekuasaan memiliki peran strategis untuk mempengaruhi kebijakan publik, agar berpihak terhadap kepentingan Islam dan umat Islam. Dengan dakwah ini, syariat Islam berpeluang diintegrasikan dalam berbagai aspek pemerintahan, sehingga kebijakan yang dihasilkan berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam yang kaffah (menyeluruh).
Pemimpin Redaksi Gema Baiturrahman, Abu Sayed Muhammad Husen, menyampaikan hal itu dalam Kajian Subuh Bersama Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (Sabda DDII) Aceh di Masjid Al-Kawari, Rumpet, Aceh Besar, Sabtu, (31/8/2024).
“Untuk mencapai tujuan dakwah politik diperlukan strategi yang efektif, termasuk pendekatan yang bijaksana dalam membangun komunikasi dengan para pemimpin politik, memanfaatkan berbagai saluran pengaruh dan mengedepankan dialog,” ungkap Sayed, yang juga Ketua Majelis Syura DDII Kota Banda Aceh.
Menurut Sayed, para dai perlu memahami dinamika politik dan menggunakan berbagai informasi aktual sebagai landasan penyampaian pesan-pesan syariat Islam yang relevan dengan situasi politik lokal dan nasional.“Untuk itu, diperlukan komitmen dai berdakwah di kawasan politik,” tegasnya.
“Dakwah di pusat kekuasaan bukanlah tugas yang selesai dalam waktu singkat, melainkan membutuhkan upaya berkelanjutan. Komitmen yang kuat dari para ulama, lembaga keistimewaan Aceh, dan aktivis dakwah sangat diperlukan agar misi dakwah terus berlangsung hingga mencapai Aceh yang mampu menerapkan syariat Islam secara sempurna," ujarnya.
Pada bagian lain presentasinya, Sayed menyampaikan, bahwa dakwah di pusat kekuasaan menjadi instrumen strategis dalam menciptakan pemerintahan yang terbuka, berkeadilan, anti maksiat serta berpihak pada pelaksanaan syariat Islam.
Sayed menambahkan, dalam menghadapi problematika dakwah yang ada, diperlukan strategi dan langkah-langkah konkret memperkuat dakwah di pusat kekuasaan. Pertama, lembaga dakwah perlu memperkuat jaringan dakwah dengan pemimpin politik. Jaringan yang solid antara ulama, aktivis dakwah, dan pemimpin politik akan membuka ruang diskusi yang konstruktif dan penerapan syariat Islam dalam kebijakan publik.
Kedua, meningkatkan pemahaman tentang politik Islam di kalangan aktivis dakwah. Maka para-aktivis dakwah perlu dibekali dengan pengetahuan yang mendalam tentang politik Islam, sehingga mereka mampu berperan secara efektif dalam ranah politik, dengan tetap memperhatikan landasan Al-Quran dan sunnah.
“Ketiga, mendorong peran yang optimal dari MPU, Dinas Syariat Islam, Mahkamah Syar’iyah, dan bahkan Ormas seperti Dewan Dakwah dalam proses pembuatan kebijakan publik. Keterlibatan ulama dan aktivis dakwah dalam proses legislasi dan pembuatan kebijakan akan memastikan bahwa suara Islam didengar dan dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil,” pungkas Sayed.
Kajian Sabda DDII dihadiri puluhan Pengurus DDII Aceh, antara lain Prof Dr Muhammad AR, Dr Syukri M Yusuf, Dr Husaini Ibrahim, Pengurus DDII Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, serta mahasiswa Akademi Dakwah Indonesia (ADI). Kegiatan ini berlangsung setiap Sabtu dengan membahas berbagai topik aktual dalam cakupan syariat Islam yang komprehensif. (NA Riya Ison)